PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS (Think Pair Share) PADA MATERI POKOK REAKSI REDUKSI OKSIDASI
oleh arif fadholi wahid assyafi'i
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Sebagai pengajar atau pendidik, guru merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan setiap upaya pendidikan. Itulah sebabnya setiap adanya inovasi pendidikan, khususnya dalam kurikulum dan peningkatan sumber daya manusia yang dihasilkan dari upaya pendidikan selalu bermuara pada faktor guru. Hal ini menunjukkan bahwa betapa eksisnya peran guru dalam dunia pendidikan. Upaya-upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan salah satunya dengan menerapkan strategi pembelajaran yang efektif.
Belajar merupakan proses aktif peserta didik untuk mempelajari dan memahami konsep-konsep yang dikembangkan dalam kegiatan belajar mengajar. Belajar merupakan unsur yang sangat penting dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami peserta didik baik ketika mereka berada di sekolah maupun lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
Oleh karenanya, pemahaman yang benar mengenai arti belajar dengan segala aspek, bentuk dan manifestasinya mutlak diperlukan oleh para pendidik khususnya para guru. Kekeliruan atau ketidaklengkapan persepsi mereka terhadap proses dan hal-hal yang berkaitan dengannya mungkin akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai oleh peserta didik.
Keberhasilan proses belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah strategi belajar mengajar yang digunakan oleh guru. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi peserta didik dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Guru yang inovatif dan kreatif berani mencoba metode-metode baru yang dapat membantu meningkatkan kegiatan belajar mengajar dan meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar. Agar peserta didik dapat belajar dengan baik maka metode mengajar harus diusahakan yang tepat, efisien, dan seefektif mungkin. Salah satu strategi yang dapat digunakan untuk mengatasi pembelajaran seperti ini adalah dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif TPS (Think Pair Share).
Dalam pembelajaran kooperatif, peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu belajar satu sama lainnya. Melalui kerja kelompok, peserta didik belajar untuk bersepakat memutuskan suatu masalah dan lebih menghargai pendapat serta perasaan orang lain. Teknik-teknik pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar dibandingkan pengalaman-pengalaman belajar individual atau kompetitif.
Dengan menggunakan metode kooperatif TPS (Think Pair Share), diharapkan peserta didik dapat mengembangkan peranan yang lebih besar dalam kegiatan pembelajaran kimia, karena proses belajar mengajar tidak hanya berlangsung satu arah. Dengan belajar dalam keompok-kelompok kecil, peserta didik dapat lebih bebas bertanya hal-hal yang belum diketahui kepada temannya tanpa rasa takut dan malu. Sehingga pemahaman peserta didik terhadap suatu materi akan meningkat. Dengan meningkatnya pemahaman terhadap materi, diharapkan hasil belajarnya dapat meningkat pula.
B. RUMUSAN MASALAH
Berawal dari pemilihan judul di atas, maka penulis akan mengangkat pokok permasalahan sebagai berikut: Bagaimanakah pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) pada materi pokok reaksi reduksi oksidasi.
C. PEMBAHASAN
1. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS (Think Pair Share)
a. Pembelajaran Kooperatif
1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokan atau tim kecil yang mempunyai latar belakang dengan kemampuan akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda. Pembelajaran kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem belajar kelompok yang terstruktur. Yang artinya adalah setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif dan saling membantu. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan ketrampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok.
David W. Johnson mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
Cooperative learning is a complex instructional procedure that requires conceptual knowledge if it is to be implemented successfully and used with fidelity for the rest of a teacher’s career. (Pembelajaran kooperatif adalah prosedur pembelajaran yang bersifat kompleks yang menunjukkan pengetahuan konseptual jika diterapkan dengan baik dan digunakan untuk meningkatkan kinerja guru).
Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu peserta didik belajar setiap mata pelajaran, mulai dari ketrampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Model pembelajaran kooperatif, peserta didik bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya. Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan peserta didik dengan hasil belajar tinggi, rata-rata dan rendah, laki-laki dan perempuan, peserta didik dengan latar belakang suku berbeda yang ada di kelas.
Jadi, pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar melalui penempatan peserta didik untuk belajar di dalam kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda. Model pembelajaran kooperatif menciptakan sebuah revolusi pembelajaran di dalam kelas. Tidak ada lagi sebuah kelas yang sunyi selama proses pembelajaran.
2) Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Eggen dan Kauchak (1996:279) sebagaimana dikutip oleh Trianto, menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan peserta didik bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama.
Di dalam pembelajaran kooperatif peserta didik dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama, dan mereka harus mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi peserta didik, memfasilitasi peserta didik dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan kelompok, serta memberikan kesempatan pada peserta didik untuk berinteraksi dan belajar bersama peserta didik yang berbeda latar belakangnya.
Tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para peserta didik pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif peserta didik berperan ganda yaitu sebagai peserta didik ataupun sebagai guru untuk bekerja secara kolaboratif mencapai sebuah tujuan bersama. Peserta didik akan mengembangkan ketrampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang berbunyi :
”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS Al Maidah: 2).
Tolong menolong dalam kebaikan juga dijelaskan pada kitab Durratu An-Nashihin halaman 14 yang berbunyi:
من تعلم بابا من العلم ليعلم الناس اعطى له ثواب سبعين نبيا
“Barang siapa yang belajar satu bab dari ilmu (pelajaran) digunakan untuk mengajarkan manusia maka dia akan dibalas pahala 70 nabi”.
Tujuan-tujuan pembelajaran kooperatif mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu:
a) Hasil belajar akademik
Para ahli telah menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademik, unggul membantu peserta didik memahami konsep-konsep yang sulit, dan membantu peserta didik menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.
b) Penerimaan terhadap keragaman
Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan agama, strata sosial, kemampuan dan ketidakmampuan.
c) Pengembangan ketrampilan sosial
Ketrampilan sosial berkembang secara signifikan dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan untuk melatihkan ketrampilan -ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi, dan juga ketrampilan tanya jawab.
3) Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Terdapat empat prinsip pembelajaran kooperatif, antara lain:
a. Prinsip ketergantungan positif
Untuk terciptanya kelompok kerja yang efektif, setiap anggota kelompok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Tugas tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin bisa diselesaikan manakala ada anggota yang tidak bisa menyelesaikan tugasnya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota kelompok.
b. Tanggung jawab perseorangan
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama, keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggotanya, maka setiap anggota kelompok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan hal yang terbaik untuk keberhasilan kelompoknya.
c. Interaksi tatap muka
Pembelajaran kooperatif memberikan ruang dan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan masing-masing anggota, dan mengisi kekurangan masing-masing.
d. Partisipasi dan komunikasi
Pembelajaran kooperatif melatih peserta didik untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Sebelum melakukan kooperatif, guru perlu membekali peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi.
b. Pengertian TPS (Think Pair Share)
Think Pair Share (TPS) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi peserta didik. Pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dan teman-temannya di Universitas Maryland, menyatakan bahwa Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Pembelajaran kooperatif tipe TPS ini memberi peserta didik kesempatan untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain. Prosedur yang digunakan dalam Think Pair Share adalah untuk memberikan lebih banyak waktu kepada peserta didik untuk berpikir, untuk merespon, dan untuk saling membantu.
Tahap-tahap dalam metode TPS (Think Pair Share) sebagai berikut:
Tahap 1. Berpikir (Thinking)
Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang berkaitan dengan pelajaran, kemudian peserta didik diminta untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan atau masalah tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2. Berpasangan (Pairing)
Guru meminta peserta didik untuk berpasangan dengan peserta didik lain untuk mendiskusikan pertanyaan atau masalah yang telah mereka peroleh.
Tahap 3. Berbagi (Sharing)
Pada tahap akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang materi yang telah mereka bicarakan atau diskusikan.
Berdasarkan uraian Ibrahim di dalam bukunya pembelajaran kooperatif, maka langkah-langkah dalam TPS (Think Pair Share) adalah:
Langkah 1: Guru menyampaikan pertanyaan atau masalah.
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran dan menyampaikan pertanyaan atau masalah yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan.
Langkah 2: Peserta didik berpikir secara individu.
Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memikirkan jawaban dari permasalahan yang disampaikan guru.
Langkah 3: Setiap peserta didik mendiskusikan hasil pemikiran dengan masing-masing pasangan.
Guru mengkoordinasi peserta didik untuk berpasangan dengan temannya dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka paling benar atau menyakinkan.
Langkah 4: Peserta didik berbagi jawaban mereka dengan seluruh kelas.
Peserta didik mempresentasikan jawaban secara individual ataupun berpasangan di dalam kelas.
Langkah 5: Mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
Guru membantu peserta didik untuk melakukan evaluasi terhadap hasil pemecahan masalah yang telah didiskusikan.
2. Materi Pokok Reaksi Redoks
a. Perkembangan Konsep Reaksi Redoks.
1) Konsep Redoks Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Oksigen.
Oksidasi adalah suatu reaksi kimia di mana suatu unsur atau senyawa memperoleh tambahan oksigen. Dengan kata lain, dalam suatu reaksi oksidasi suatu unsur atau senyawa mengikat sejumlah oksigen. Contoh reaksi oksidasi:
C(s) + O2(g) --> CO2(g)
2Mg(s) + O2(g) --> 2MgO(s)
4Fe(s) + 3O2(g) --> 2Fe2O3(s)
Reduksi adalah suatu reaksi kimia di mana oksigen dilepaskan dari suatu unsur atau senyawa. Dengan kata lain, pada suatu reaksi reduksi suatu unsur atau senyawa kehilangan sejumlah oksigen. Contoh reaksi reduksi:
2HgO(s) --> 2Hg(l) + O2(g)
CuO(s) + H2(g) --> Cu(s) + H2O(g)
FeO(s) + CO(g) --> Fe(s) + CO2(g)
2) Konsep Redoks Berdasarkan Pengikatan dan Pelepasan Elektron.
Kelompok reaksi yang disebut reaksi oksidasi-reduksi (redoks) dikenal juga sebagai transfer elektron. Oksidasi adalah proses pelepasan elektron dari suatu zat. Reduksi adalah proses penangkapan elektron dari suatu zat. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks) melibatkan tranfer elektron dari zat pereduksi ke zat pengoksidasi.
Pada waktu melepaskan elektron suatu zat berubah menjadi bentuk teroksidasinya, karena itu zat tersebut bertindak sebagai zat pereduksi. Sebaliknya, zat pengoksidasi adalah zat yang menerima elektron dan karena itu zat tersebut mengalami reduksi. Reaksi oksidasi dan reduksi selalu berjalan serempak oleh karena itu jumlah elektron yang dilepas pada reksi oksidasi harus sama dengan jumlaah elektron yang ditangkap pada reaksi reduksi.
Contoh:
Na(s) + ½ Cl2(g) --> NaCl(s)
Dalam reaksi di atas terdapat dua peristiwa, yaitu:
Na --> Na+ + e (oksidasi)
½ Cl2 + e --> Cl- (reduksi)
Dalam reaksi Ca(s) + ½ O2(g) --> CaO(s) terdapat dua peristiwa, yaitu:
Ca --> Ca2+ + 2e (oksidasi)
½ O2 + 2e --> O2- (reduksi)
3) Konsep Redoks Berdasarkan Kenaikan dan Penurunan Bilangan Oksidasi.
Bilangan oksidasi dikenal sebagai tingkat oksidasi yang merujuk pada jumlah muatan yang dimiliki suatu atom. Untuk menentukan bilangan oksidasi suatu atom dalam senyawa dapat dipergunakan ketentuan berikut ini:
a) Bilangan oksidasi unsur bebas adalah 0 (nol). Contoh: O2, H2, N2, Cl2, Br2, I2, dan lain-lain.
b) Jumlah total bilangan oksidasi seluruh atom-atom dalam suatu senyawa adalah 0 (nol). Contoh: H¬2SO4, jumlah bilangan oksidasi dari 2 atom H + 1 atom S + 4 atom O adalah 0 (nol).
c) Jumlah total bilangan oksidasi seluruh atom-atom dalam suatu ion poliatomik sama dengan muatan ion tersebut. Contoh: Cr2O72-, jumlah bilangan oksidasi dari 2 atom Cr + 7 atom O adalah -2.
d) Unsur-unsur tertentu dalam membentuk senyawa mempunyai bilangan oksidasi tertentu, misalnya:
- Atom-atom golongan IA (Li, Na, K, Rb, Cs, dan Fr) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +1.
- Atom-atom golongan IIA (Be, Mg, Ca, Sr, dan Ba) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +2.
- Atom-atom golongan IIIA (B, Al, dan Ga) dalam senyawa mempunyai bilangan oksidasi +3.
- Atom hidrogen (H) dalam senyawa umumnya mempunyai bilangan oksidasi +1, kecuali dalam hibrida logam. Pada hibrida logam, seperti LiH, NaH, CaH¬2, MgH2, dan AlH3, atom hidrogennya mempunyai bilangan oksidasi -1.
- Atom oksigen (O) dalam senyawa umumnya mempunyai bilangan oksidasi -2, kecuali pada senyawa peroksida dan OF2. Pada peroksida, seperti H2O2, Na2O2, dan BaO2, atom oksigennya mempunyai bilangan oksidasi -1, sedangkan pada OF2 atom oksigennya mempunyai bilangan oksidasi +2.
Di dalam konsep yang berdasarkan kenaikan dan penurunan bilangan oksidasi, reaksi oksidasi adalah reaksi yang disertai dengan kenaikan bilangan oksidasi sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi yang disertai dengan penurunan bilangan oksidasi. Contoh:
b. Oksidator dan Reduktor dalam Reaksi Redoks.
Oksidator (pengoksidasi) adalah zat yang dalam reaksi redoks menyebabkan zat lain mengalami oksidasi. Dalam peristiwa ini zat pengoksidasi mengalami reduksi. Reduktor (pereduksi) adalah zat yang dalam reaksi redoks menyebabkan zat lain mengalami reduksi. Dalam peristiwa ini zat pereduksi mengalami oksidasi. Contoh:
c. Reaksi Autoredoks.
Reaksi ini sering disebut sebagai reaksi disproporsionasi. Pada reaksi autoredoks terjadi proses reaksi redoks, tetapi yang mengalami oksidasi dan reduksi merupakan spesies yang sama.
Contoh:
Pada reaksi di atas, Cl2 merupakan spesies yang mengalami oksidasi sekaligus mengalami reduksi. Jadi, reaksi di atas termasuk reaksi auturedoks.
d. Tata Nama Senyawa Redoks.
Tata nama senyawa redoks sesuai aturan IUPAC (International Union of Pure and Applied Chemistry) ditentukan berdasarkan atas bilangan oksidasinya. Aturan penulisan nama-nama senyawa redoks sebagai berikut.
1) Senyawa yang Berasal dari Unsur-unsur Non Logam.
Pemberian nama senyawa unsur-unsur non logam dilakukan dengan cara menyebutkan jumlah unsur non logam pertama, nama unsur non logam pertama, jumlah unsur non logam kedua, dan nama unsur non logam kedua. Pada penamaannya, jumlah unsur disebutkan dengan angka Yunani.
Tabel 1.1 Jumlah Unsur dalam Angka Yunani
Jumlah Unsur Angka Yunani
1 Mono-
2 Di-
3 Tri-
4 Tetra-
5 Penta-
6 Heksa-
7 Hepta-
8 Okta-
9 Nona-
10 Deka-
Contoh:
CO2 : karbon dioksida
CS2 : karbon disulfida
N2O3 : dinitrogen trioksida
2) Senyawa yang Berasal dari Unsur Logam dengan Non Logam.
Cara untuk menentukan nama senyawanya dengan menyebutkan nama logam dalam bahasa Indonesia diikuti bilangan oksidasinya (dalam angka Romawi) lalu diikuti nama anionnya.
Contoh:
FeCl2 : besi (II) klorida
CuO : tembaga (II) oksida
Fe2(SO4)3 : besi (III) sulfat
e. Peranan Lumpur Aktif dalam Pengolahan Air Limbah
Air limbah mengndung berbagai macam bahan/zat, diantaranya zat organik. Zat organik yang berada dalam air limbah akan mengalami oksidasi oleh oksigen yang terdapat dalam air, sehingga akan menurunkan kadar oksigen yang terlarut dalam air (Dissolved Oxygen). Kadar oksigen terlarut yang rendah (DO rendah) dapat berakibat kematian pada hewan-hewan air, misalnya ikan. Banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikro organisme selama penghancuran bahan organik dalam waktu tertentu disebut Biochemical Oxygen Demand (BOD). Bila harga BOD dalam air terlalu besar dapat menimbulkan bau tidak sedap karena mengakibatkan oksidasi berlangsung tanpa oksigen.
Oleh karena itu, air limbah harus diproses untuk mengurangi dampak yang dapat ditimbulkan tersebut. Untuk mengurangi zat organik dalam air limbah dilakukan reaksi oksidasi menggunakan lumpur aktif. Lumpur aktif (activated sludge) adalah lumpur yang mengandung banyak baakteri aerob yang dapat menguraikan sampah organik.
D. KESIMPULAN
Pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam memahami materi. Materi dalam hal ini adalah reaksi reduksi dan oksidasi. Karena di dalam memahami materinya peserta didik dapat bertanya kepada teman pasangannya atau teman yang mengemukakan pendapat (presentasi) di depan kelas. Jadi, mereka lebih aktif dalam hal untuk memahami materi pelajaran. Tidak lagi pasif yang hanya berperan sebagai pendengar atau pencatat.
Di dalam pembelajaran kooperatif peserta didik diberi kesempatan untuk membangun sendiri pengetahuan tentang fakta, konsep, dan teori dalam pembelajaran kimia. Setelah mendapatkan pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share) peserta didik memahami materi maka diharapkan hasil belajarnya dapat meningkat.
E. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyaadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga makalah ini dapaat bermanfat bagi kita semua. Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Rukaesih, Kimia Lingkungan, Yogyakarta: Andi, 2004.
Arends, Richard I., Learning to Teach, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008, Cet. 1.
Arifin, Mulyati, dkk., Strategi Belajar Mengajar Kimia, Bandung: JICA Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia, 2000.
Chang, Raymond, Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti, Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 2004.
Departemen Agama, Al Quran dan Terjemahannya, Jakarta: CV AS-SYIFA’, 2004.
Ibrahim, Muslimin, dkk., Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: UNESA University Press, 2001, Cet. 2.
Johnson, David W. and Roger T. Johnson, Learning Together and Alone, Boston: University of Minnesota, 1994.
Lie, Anita, Cooperative Learning Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, Jakarta: PT Grasindo, 2007, Cet. 5.
Nur, Mohamad, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: Pusat Sains dan Matematika UNESA, 2005, Cet. 1.
Partana, Crys Fajar, dkk., Kimia Dasar 2, Yogyakarta: JICA Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, 2003.
Pranowo, Deni, dkk., Kimia Kelas X Semester 2 untuk SMA dan MA, Klaten: PT. Intan Pariwara, 2006.
Rivai, Harrizul, Asas Pemeriksaan Kimia, Jakarta: UI Press, 2006.
Sanjaya, Wina, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2007, Cet. 3.
Sastrohamidjojo, Hardjono, Kimia Dasar, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005, Cet. 2.
Slavin, Robert E., Cooperative Learning Teori, Riset, dan Praktik, Bandung: Nusa Media, 2008, Cet. 1.
Sudarmo, Unggul, Kimia SMA 1 untuk SMA Kelas X, Jakarta: Phibeta, 2006.
Sugiyarto, Kristian H., Kimia Anorganik I, Yogyakarta: JICA Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta, 2004.
Sunardi, Kimia Bilingual untuk SMA/MA Kelas X, Bandung: CV. Yrama Widya, 2008, Cet. 3.
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007, Cet. 1.
Utsman bin Hasan bin Ahmad Asy-Syakir Al-Khubuwy, Durratu An-Nashihin, Bandung: Al-Ma’arif, t.t.
Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2000.