Pages

December 17, 2013

KOLOID



SISTEM KOLOID
  
A. Sistem Dispersi
o  Jika kita mencampurkan suatu zat dengan zat cair, maka akan terjadi penyebaran secara merata dari suatu zat tersebut ke dalam zat cair. Hal inilah yang disebut sebagai sistem dispersi.
o  Pada umumnya, zat terlarut yang jumlahnya lebih sedikit disebut sebagai fase terdispersi, sedangkan zat pelarut yang jumlahnya lebih banyak disebut sebagai medium pendispersi.
o  Jadi sistem dispersi adalah pencampuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi yang bercampur secara merata.
o  Berdasarkan ukuran partikelnya, sistem dispersi dibedakan menjadi 3 yaitu :
1.    Larutan sejati atau dispersi molekuler.
Larutan sejati adalah campuran antara zat padat / zat cair (sebagai fase terdispersi) dengan zat cair (sebagai medium pendispersi).
Pada larutan sejati, fase terdispersi larut sempurna dengan medium pendispersi sehingga dihasilkan campuran yang homogen, sehingga antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya tidak dapat dibedakan lagi.
Molekul-molekul fase terdispersi tersebar merata ke dalam komponen medium pendispersi, sehingga larutan disebut juga dispersi molekuler.
2.    Koloid atau dispersi halus.
Koloid adalah suatu campuran antara fase terdispersi dengan medium pendispersi tetapi fase terdispersinya bukan dalam bentuk molekuler melainkan gabungan dari beberapa molekul.
Secara visual, bentuk fisik koloid sama seperti bentuk larutan tetapi jika diamati dengan mikroskop ultra, campuran ini bersifat heterogen.
3.    Suspensi atau dispersi kasar.
Suspensi adalah campuran heterogen antara fase terdispersi dengan medium pendispersi dimana fase terdispersinya tidak dapat bercampur secara merata ke dalam medium pendispersinya.
Pada umumnya, fase terdispersinya berupa padatan sedangkan medium pendispersinya berupa cairan.
Dalam suspensi, antara fase terdispersi dengan medium pendispersinya dapat dibedakan dengan jelas.
Perbandingan antara Sifat Larutan, Koloid dan Suspensi.
No
Larutan
Koloid
Suspensi
1
Ukuran partikelnya < 1 nm
Ukuran partikelnya antara 1 – 100 nm
Ukuran partikelnya > 100 nm
2
Terdiri dari 1 fase
Terdiri dari 2 fase
Terdiri dari 2 fase
3
Stabil ( tidak mengendap )
Pada umumnya stabil
Tidak stabil ( mudah mengendap )
4
Tidak dapat disaring
Dapat disaring dengan penyaring ultra
Dapat disaring
5
Homogen ( tidak dapat dibedakan walaupun menggunakan mikroskop ultra )
Secara makroskopis bersifat homogen tetapi jika diamati dengan mikroskop ultra, bersifat heterogen
Heterogen
6
Jernih
Tidak jernih
Tidak jernih
7
Contoh : larutan gula, udara bersih, etanol 70 %
Contoh : air sabun, susu, mentega
Contoh : air kopi, air sungai yang kotor, campuran air dan pasir.

 
B.   Sistem Koloid
Koloid berasal dari bahasa Yunani, dari kata “ kolla “ dan “ oid “. Kolla berarti lem, sedangkan oid berarti seperti/mirip.
Istilah koloid diperkenalkan pertama kali oleh Thomas Graham pada tahun 1861 berdasarkan pengamatannya terhadap gelatin yang merupakan kristal tetapi sukar mengalami difusi. Padahal umumnya kristal mudah mengalami difusi.
Berdasarkan fase terdispersi dan medium pendispersinya, maka sistem koloid dapat dibedakan menjadi 8 jenis yaitu seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini.
Dalam sistem koloid, fase terdispersi dan medium pendispersinya dapat berupa zat padat, cair atau gas.
No
Fase Terdispersi
Medium Pendispersi
Nama Koloid
Contoh
1
Padat
Padat
Sol Padat
Gelas berwarna,intan hitam,mutiara,paduan logam,baja,permata,perunggu
2
Cair
Sol
Tinta,cat,sol emas,sol belerang,lem cair,pati dalam air,protoplasma,air lumpur
3
Gas
Aerosol Padat
Asap,debu di udara,buangan knalpot
4
Cair
Padat
Emulsi Padat ( Gel )
Jeli,mutiara,keju,mentega,selai,nasi,agar-agar,lateks,lem padat,semir padat
5
Cair
Emulsi
Susu,santan,minyak ikan,es krim,mayones
6
Gas
Aerosol Cair
Kabut,awan,obat semprot,hair spray
7
Gas
Padat
Buih / busa Padat
Karet busa,batu apung,stirofoam,lava,biskuit,kerupuk
8
Cair
Buih /  busa
Busa sabun,krim kopi,pasta,ombak,krim kocok


C.   Sifat-Sifat Koloid
Beberapa sifat koloid diantaranya adalah :
1.    Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid. Pertama kali dikemukakan oleh John Tyndall ( 1820-1893 ), seorang fisikawan Inggris; setelah mengamati seberkas cahaya putih yang dilewatkan pada sistem koloid.
Apabila seberkas cahaya misalnya dari lampu senter, dilewatkan pada 3 gelas yang masing-masing berisi suatu dispersi, koloid dan larutan; maka jika dilihat secara tegak lurus dari arah datangnya cahaya, akan jelas terlihat bahwa cahaya yang melewati dispersi dan koloid mengalami peristiwa penghamburan dan pemantulan. Sedangkan berkas cahaya yang melewati larutan tidak akan mengalami peristiwa penghamburan dan pemantulan tersebut ( berkas cahaya diteruskan ).
Contoh peristiwa efek Tyndall :
o  Sorot lampu mobil pada malam hari yang berdebu, berasap, atau berkabut akan tampak jelas.
o  Berkas sinar matahari yang melalui celah daun pada pagi hari yang berkabut, akan tampak jelas.
o  Terjadinya warna biru di langit pada siang hari dan warna jingga atau merah di langit pada saat matahari terbenam.

2.    Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak acak atau gerak zig-zag yang dilakukan oleh partikel-partikel koloid. Pertama kali disampaikan oleh Robert Brown ( 1827 ), seorang ahli biologi dari Inggris. Dia mengamati pergerakan tepung sari yang terus-menerus di dalam air melalui mikroskop ultra.
Gerakan ini dapat terjadi karena disebabkan oleh adanya tumbukan antara partikel-partikel pendispersi terhadap partikel-partikel zat terdispersi, sehingga partikel-partikel zat terdispersi akan terlontar. Lontaran tersebut akan mengakibatkan partikel terdispersi menumbuk partikel terdispersi yang lain dan akibatnya partikel yang tertumbuk akan terlontar juga.
Peristiwa tersebut akan terus berulang dan hal itu dapat terjadi karena ukuran partikel terdispersi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran partikel pendispersinya.

Gerak Brown dipengaruhi oleh ukuran partikel dan suhu.
·     Semakin kecil ukuran partikel-partikel koloid, gerak Brown akan semakin cepat, dan sebaliknya.
·     Semakin tinggi suhu koloid, gerak Brown akan semakin cepat; dan sebaliknya.
Gerak Brown merupakan salah 1 faktor yang menyebabkan koloid menjadi stabil. Oleh karena bergerak terus-menerus, maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi, sehingga tidak mengalami sedimentasi ( pengendapan ).

3.    Muatan Koloid
Partikel-partikel koloid bermuatan listrik, ada yang positif dan ada yang negatif.
Adanya muatan listrik pada partikel-partikel koloid tersebut dapat dijelaskan dengan beberapa peristiwa yaitu :
                a.    Elektroforesis.
Elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid karena pengaruh medan listrik.
Jika ke dalam sistem koloid dimasukkan 2 batang elektrode kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah 1 elektrode; bergantung pada jenis muatannya.
Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode ( elektrode positif ) sedangkan koloid yang bermuatan positif akan bergerak ke katode ( elektrode negatif ).
Jadi, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid.
Contoh penggunaan metode ini adalah :
v  untuk identifikasi DNA
v  penyaring debu pada cerobong asap pabrik ( = disebut pesawat Cottrel ).

               b.    Adsorpsi.
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan spesi ( muatan listrik atau ion dan molekul netral ) oleh permukaan partikel koloid. Peristiwa ini terjadi karena adanya gaya tarik molekul, atom atau ion pada permukaan adsorben ( koloid ). Kemampuan menarik / menyerap ini disebabkan juga karena adanya tegangan permukaan koloid yang cukup tinggi, sehingga jika ada partikel / spesi yang menempel akan cenderung dipertahankan pada permukaannya.
Spesi yang diserap disebut fase terserap, sedangkan spesi yang menyerap disebut adsorben.
Jika partikel koloid ( awalnya netral ) mengadsorpsi ion yang bermuatan positif ( kation ), maka koloid tersebut akan menjadi bermuatan positif juga, dan sebaliknya. Adanya peristiwa ini menyebabkan partikel koloid menjadi bermuatan listrik.
Jika permukaan koloid bermuatan positif, maka spesi yang diserap harus bermuatan negatif, dan sebaliknya.
Contoh :
Sol Fe(OH)3 ( netral ) dalam air akan mengadsorpsi ion positif ( kation ), sehingga menjadi bermuatan positif.
Sol As2S3 ( netral ) akan mengadsorpsi ion negatif ( anion ), sehingga menjadi bermuatan negatif.

Muatan koloid juga merupakan faktor yang menstabilkan koloid selain gerak Brown. Oleh karena bermuatan sejenis, maka partikel-partikel koloid akan saling tolak-menolak sehingga terhindar dari pengelompokan / penggumpalan antar sesama partikel koloid tersebut ( sehingga tidak terjadi peristiwa pengendapan ).
Contoh penggunaan sifat adsorpsi dari koloid :
                        a.    Pemutihan gula tebu.
Gula yang masih berwarna dilarutkan dalam air, kemudian dialirkan melalui tanah diatomae dan arang tulang. Zat warna dalam gula akan diadsorpsi sehingga dihasilkan gula yang lebih putih.
                       b.    Penyembuhan sakit perut yang disebabkan oleh bakteri patogen dengan serbuk karbon aktif atau norit.
                        c.    Pewarnaan tekstil.
Pencelupan serat wol, kapas atau sutera ( sebelum diwarnai ) menggunakan larutan Al2(SO4)3 atau larutan basa.
                       d.    Penjernihan air.
Dilakukan dengan menggunakan tawas atau Al2(SO4)3. Di dalam air, Al2(SO4)3 akan terhidrolisis membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid ini akan mengadsorpsi zat-zat warna atau zat pencemar dalam air.
                        e.    Adsorpsi gas oleh zat padat ( misalnya pada masker gas yang berisi arang halus ).

                c.    Koagulasi.
Disebut juga dengan istilah penggumpalan. Adalah peristiwa pengendapan partikel-partikel koloid sehingga fase terdispersi terpisah dari medium pendispersinya.
Koagulasi terjadi karena hilangnya kestabilan untuk mempertahankan partikel-partikel koloid agar tetap tersebar di dalam medium pendispersinya.
Hilangnya kestabilan koloid ini disebabkan karena adanya penetralan muatan / pelucutan muatan partikel koloid yang mengakibatkan terjadinya penggabungan partikel-partikel koloid menjadi suatu kelompok / agregat yang lebih besar.
Penggabungan ini terjadi karena adanya gaya kohesi antar partikel koloid. Jika ukuran agregat partikel koloid sudah mencapai ukuran partikel suspensi, maka terjadilah koagulasi.
Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid.
Jika arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel elektroforesis, maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode.
Koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode ( elektrode positif ), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan digumpalkan di katode ( elektrode negatif ).
Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit dapat dijelaskan sebagai berikut :
v Koloid bermuatan negatif akan menarik kation, sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik anion. Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan ke-2. Jika selubung lapisan ke-2 tersebut terlalu dekat, maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi.
v Semakin besar muatan ion, semakin kuat gaya tarik-menariknya dengan partikel koloid, sehingga semakin cepat terjadi koagulasi.
Pada proses koagulasi terjadi hal-hal sebagai berikut :
                        a.    Kestabilan koloid disebabkan karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel koloid dan adanya fase terdispersi yang afinitasnya lebih tinggi daripada medium pendispersi.
                       b.    Koagulasi dapat dilakukan dengan cara mekanik dan kimiawi.
§ Cara mekanik : pemanasan, pendinginan dan pengadukan.
§ Cara kimiawi    : penetralan silang atau menghilangkan muatan dan penambahan elektrolit.

Contoh proses-proses yang memanfaatkan sifat koagulasi dari koloid :
                        a.    Pengolahan karet dari bahan mentahnya ( lateks ) dengan koagulan berupa asam format.
                       b.    Proses penjernihan air dengan menambahkan tawas.
Tawas aluminium sulfat (mengandung ion Al3+) dapat digunakan untuk menggumpalkan lumpur koloid atau sol tanah liat dalam air (yang bermuatan negatif).
                        c.    Proses terbentuknya delta di muara sungai.
Terjadi karena koloid tanah liat dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam air laut.
                       d.    Asap atau debu pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik ( pesawat Cottrel ).
Metode ini dikembangkan oleh Frederick Cottrel ( 1877 - 1948 ).
                        e.    Proses yang dilakukan oleh ion Al3+ atau Fe3+  pada penetralan partikel albuminoid yang terdapat dalam darah, mengakibatkan terjadinya koagulasi sehingga dapat menutupi luka.

               d.    Koloid Pelindung.
Koloid pelindung adalah koloid yang bersifat melindungi koloid lain agar tidak mengalami koagulasi. Koloid pelindung akan membentuk lapisan di sekeliling partikel koloid yang lain. Lapisan ini akan melindungi muatan koloid tersebut sehingga partikel koloid tidak mudah mengendap atau terpisah dari medium pendispersinya.
Contohnya :
v  Pada pembuatan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula.
v  Zat-zat pengemulsi ( sabun dan deterjen ).
v  Butiran-butiran halus air dalam margarin distabilkan dengan lesitin.
v  Partikel-partikel karbon dalam tinta dilindungi dengan larutan gom.
v  Warna-warna dalam cat distabilkan dengan oksida logam dengan menambahkan minyak silikon.
v  Pada industri susu, kasein digunakan untuk melindungi partikel-partikel minyak atau lemak dalam medium cair.

                e.    Dialisis.
Kestabilan suatu koloid dapat dipertahankan dengan menambahkan sedikit elektrolit dengan konsentrasi yang tepat ke dalam koloid tersebut.
Jika konsentrasi elektrolit tidak tepat, justru akan terbentuk ion-ion yang mengganggu kestabilan koloid. Untuk mencegah adanya ion-ion pengganggu, dilakukan dengan cara dialisis menggunakan alat yang disebut dialisator.
Pada proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam bejana yang terbuat dari selaput semi permeabel ( kantong koloid ) dan dicelupkan ke dalam air yang mengalir terus-menerus.
Selaput semi permeabel adalah selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil ( ion-ion atau molekul sederhana ), tetapi mampu menahan partikel koloid. Dengan demikian, ion-ion akan keluar dari kantong koloid dan hanyut terbawa air.
Contohnya :
o    Untuk memurnikan protein dari partikel-partikel lain yang ukurannya lebih kecil.
o    Untuk memisahkan tepung tapioka dari ion-ion sianida.
o    Untuk proses cuci darah bagi penderita gagal ginjal ( blood dialisis ).
o    Proses pemisahan hasil metabolisme dari darah oleh ginjal manusia.
Jaringan ginjal bersifat sebagai selaput semi permeabel, yang dapat dilalui oleh air dan molekul-molekul sederhana (seperti urea), tetapi menahan butir-butir darah yang merupakan koloid.


4.    Koloid Liofil dan Liofob
Koloid yang medium pendispersinya cair, dibedakan atas koloid liofil dan koloid liofob.
                a.    Koloid liofil adalah suatu koloid yang fase terdispersinya dapat menarik medium pendispersi yang berupa cairan akibat adanya gaya van der Waals atau ikatan hidrogen. Liofil berarti suka cairan.
Jika medium pendispersinya berupa air, maka disebut koloid hidrofil.
Koloid hidrofil bersifat reversibel, artinya dapat kembali ke keadaan semula. Misalnya : agar-agar. Dalam air panas, agar-agar merupakan sol dan setelah didinginkan berubah menjadi gel. Gel ini dapat kembali menjadi sol jika dipanaskan.
Contohnya : kanji, sabun, agar-agar, detergen, protein, gelatin.
Koloid hidrofil mempunyai gugus ionik atau gugus polar di permukaannya, sehingga mempunyai interaksi yang baik dengan air.
Butir-butir koloid liofil / hidrofil dapat mengadsorpsi molekul mediumnya sehingga membentuk suatu selubung ( = disebut solvatasi / hidratasi ). Akibatnya butir-butir koloid terhindar dari agregasi / pengelompokan.
Sol hidrofil tidak menggumpal pada saat penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersinya dapat dipisahkan melalui proses pengendapan atau penguapan.

               b.    Koloid liofob adalah suatu koloid yang fase terdispersinya tidak dapat mengikat atau menarik medium pendispersinya. Liofob berarti takut cairan.
Jika medium pendispersinya berupa air, maka disebut koloid hidrofob.
Koloid ini biasanya berasal dari senyawa anorganik.
Koloid hidrofob bersifat irreversibel, artinya tidak dapat kembali ke keadaan semula. Misalnya : sol emas. Jika medium pendispersinya diambil, sol emas membentuk emas padat. Setelah emas padat terbentuk, tidak dapat berubah menjadi sol emas kembali, meskipun ditambah dengan medium pendispersinya.
Contohnya : sol AgCl dan sol CaCO3, susu, mayonaise, sol belerang, sol sulfida, sol logam, sol Fe(OH)3.
Koloid hidrofob tidak akan stabil dalam medium polar ( misalnya air ) tanpa adanya zat pengemulsi atau koloid pelindung.
Zat pengemulsi membungkus partikel-partikel koloid hidrofob, sehingga terhindar dari koagulasi. Susu ( emulsi lemak dalam air ) distabilkan oleh sejenis protein susu, yaitu kasein; sedangkan mayonaise ( emulsi minyak nabati dalam air ) distabilkan oleh kuning telur.
Sol hidrofob dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Jika zat terdispersinya terpisah dari medium pendispersi, maka tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air.
Perbedaan sifat koloid hidrofil dan koloid hidrofob.
No
Koloid Hidrofil
Koloid Hidrofob
1
Stabil
Kurang stabil
2
Terdiri atas zat organik
Terdiri atas zat anorganik
3
Kekentalannya tinggi
Kekentalannya rendah
4
Sukar diendapkan dengan penambahan zat elektrolit
Mudah diendapkan oleh zat elektrolit
5
Kurang menunjukkan gerak Brown
Gerak Brown sangat jelas
6
Kurang menunjukkan efek Tyndall
Efek Tyndall sangat jelas
7
Dapat dibuat gel
Hanya beberapa yang dapat dibuat gel
8
Umumnya dibuat dengan cara dispersi
Hanya dapat dibuat dengan cara kondensasi
9
Partikel terdispersi mengadsorpsi molekul
Patikel terdispersi mengadsorpsi ion
10
Reversibel
Ireversibel
11
Mengadsorpsi mediumnya
Tidak mengadsorspi mediumnya
12
Contoh : sabun, agar-agar, kanji, detergen, gelatin
Contoh : sol belerang, sol logam, sol AgCl

Cara Kerja Sabun dan Detergen :
Sabun dan detergen termasuk jenis koloid Asosiasi.
Sabun dan detergen tersusun atas bagian kepala ( polar ) yang bersifat liofil ( hidrofil ) dan bagian ekor ( nonpolar ) yang bersifat liofob ( hidrofob ).
Bagian ekor lebih suka berikatan dengan minyak atau lemak, sedangkan bagian kepala lebih suka berikatan dengan air.
Ketika sabun / detergen dilarutkan dalam air, maka molekul-molekul sabun / detergen akan mengadakan asosiasi dan orientasi karena gugus nonpolarnya ( ekor ) saling terdesak sehingga terbentuk partikel koloid. Bagian kepala ( hidrofil ) akan menghadap ke air sedangkan bagian ekornya ( hidrofob ) akan berkumpul mengarah ke dalam.
Ketika pakaian kotor direndam dalam larutan sabun / detergen, gugus nonpolar dari sabun / detergen akan menarik partikel kotoran ( lemak / minyak ) dari bahan cucian, kemudian mendispersikannya ke dalam air.
Setelah dikucek dan dibilas, noda lemak akan diikat oleh sabun atau detergen yang akhirnya akan larut dalam air.
Sebagai bahan pencuci, sabun dan detergen bukan saja berfungsi sebagai pengemulsi tetapi juga sebagai penurun tegangan permukaan air. Air yang mengandung sabun / detergen mempunyai tegangan permukaan yang lebih rendah, sehingga lebih mudah meresap pada bahan cucian.

D.   Pengolahan Air Bersih
Secara garis besar, pengolahan air secara sederhana dapat dilakukan melalui 3 tahap, yaitu :
1.    Koagulasi.
Koloid yang digunakan untuk menggumpalkan kotoran, yaitu : Al(OH)3 yang bisa diperoleh dari tawas KAl(SO4)2, aluminium sulfat dan Poly Aluminium Chloride ( PAC = polimer dari AlCl3-AlCl3-AlCl3-..... )
2.    Penyaringan.
Bertujuan untuk memisahkan gumpalan kotoran yang dihasilkan dari proses koagulasi.
Bahan yang dipakai : pasir, kerikil, ijuk.
3.    Penambahan Desinfektan.
Bertujuan untuk membunuh kuman-kuman yang terlarut dalam air.
Bahan yang dipakai : kaporit [ Ca (OCl)2 ] atau klorin.
 
E.   Pembuatan Koloid
Dapat dilakukan dengan 2 cara utama, yaitu :
1.    Cara Kondensasi.
Dengan cara ini, partikel larutan sejati ( molekul atau ion ) bergabung membentuk partikel koloid. Pembuatan koloid dengan cara ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu : cara kimia dan fisika.
          A.   Cara Kimia.
Adalah cara pembuatan partikel koloid dari partikel larutan sejati melalui reaksi kimia; meliputi :
                        a.    Reaksi Hidrolisis.
Adalah reaksi yang terjadi antara garam dengan air.
Contoh : reaksi pembentukan sol Fe(OH)3

                       b.    Reaksi Substitusi.
o  Pembuatan sol AgCl.
o  Pembuatan sol belerang.
o  Pembuatan sol As2S3
Melalui reaksi dekomposisi rangkap = reaksi pertukaran ion, yaitu reaksi yang digunakan untuk membuat koloid dari zat-zat yang sukar larut .

                        c.    Reaksi Redoks.
Adalah reaksi yang melibatkan perubahan bilangan oksidasi.
§ Pembuatan sol belerang.
 § Pembuatan sol emas.

          B.   Cara Fisika.
Adalah cara pembuatan partikel koloid dengan cara mengkondensasikan partikel melalui :
                        a.    Penggantian Pelarut.
v  Pembuatan sol belerang.
Sol belerang dalam air dapat dibuat dengan cara melarutkan belerang ke dalam alkohol hingga larutan menjadi jenuh. Selanjutnya, larutan jenuh yang terbentuk diteteskan ke dalam air sedikit demi sedikit.
v  Pembuatan gel kalsium asetat.
Kalsium asetat sukar larut dalam alkohol, tetapi mudah larut dalam air. Oleh karena itu, gel kalsium asetat dibuat dengan cara melarutkan kalsium asetat dalam air sehingga membentuk larutan jenuh. Selanjutnya, larutan jenuh tersebut ditambahkan ke dalam alkohol hingga terbentuk gel.
v  Pembuatan sol damar.
Damar larut dalam alkohol, tetapi sukar larut dalam air. Mula-mula damar dilarutkan dalam alkohol hingga diperoleh larutan jenuh. Selanjutnya, larutan jenuh tersebut ditambah air hingga diperoleh sol damar.

                       b.    Pengembunan Uap.
Sol raksa ( Hg ) dibuat dengan cara menguapkan raksa. Setelah itu, uap raksa dialirkan melalui air dingin hingga akhirnya diperoleh sol raksa.

2.    Cara Dispersi.
Dengan cara ini, partikel koloid diperoleh dengan cara memperkecil ukuran partikel dari suspensi kasar menjadi partikel berukuran koloid.
Pembuatan koloid dengan cara dispersi, dapat dilakukan melalui beberapa metode yaitu :
                a.    Cara Mekanik.
Pembuatan koloid  secara mekanik dilakukan dengan cara menggerus / menghaluskan partikel-partikel kasar menjadi partikel-partikel halus. Selanjutnya, didispersikan ke dalam medium pendispersi. Pada umumnya ke dalam sistem koloid yang terbentuk; ditambahkan zat penstabil yang berupa koloid pelindung. Zat penstabil ini berfungsi untuk mencegah terjadinya koagulasi.
Contoh :
Sol belerang dapat dibuat dengan cara menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan zat inert ( misalnya gula pasir ) kemudian mencampur serbuk halus tersebut dengan air.
               b.    Cara Peptisasi.
Cara peptisasi adalah cara pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemecah ( zat pemeptisasi ). Zat pemeptisasi akan memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid.
Istilah peptisasi dihubungkan dengan istilah peptonisasi yaitu proses pemecahan protein ( polipeptida ) dengan menggunakan enzim pepsin sebagai katalisatornya.
Contoh :
o  Agar-agar dipeptisasi oleh air
o  Nitroselulosa oleh aseton
o  Karet oleh bensin
o  Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S
o  Endapan Al(OH)3 dipeptisasi oleh AlCl3.

                c.    Cara Busur Bredig.
Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol logam ( koloid logam ). Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam medium pendispersi.
Kemudian dialiri arus listrik yang cukup kuat sehingga terjadi loncatan bunga api listrik. Suhu tinggi akibat adanya loncatan bunga api listrik mengakibatkan atom-atom logam akan terlempar ke dalam medium  pendispersi ( air ), lalu atom-atom tersebut akan mengalami kondensasi sehingga membentuk suatu koloid logam.
Jadi, cara busur Bredig merupakan gabungan antara cara dispersi dan kondensasi.
Contoh : Pembuatan sol platina dalam sol emas.

               d.    Cara Homogenisasi.
Adalah suatu cara yang digunakan untuk membuat suatu zat menjadi homogen dan berukuran partikel koloid.
Cara ini banyak dipakai untuk membuat koloid jenis emulsi, misalnya susu.
Pada pembuatan susu, ukuran partikel lemak pada susu diperkecil hingga berukuran partikel koloid. Caranya dengan melewatkan zat tersebut melalui lubang berpori bertekanan tinggi. Jika partikel lemak dengan ukuran partikel koloid sudah terbentuk, zat tersebut kemudian didispersikan ke dalam medium pendispersinya.

                e.    Cara Dispersi dalam Gas.
Pada prinsipnya, cara ini dilakukan dengan menyemprotkan cairan melalui atomizer.
Menggunakan sprayer pada pembuatan koloid tipe aerosol, misalnya obat asma semprot, hair spray dan parfum.

No comments:

Post a Comment