Pages

October 12, 2009

Pendekatan Studi Islam

PENDEKATAN STUDI ISLAM

Oleh:

Rainah 73711007

A. PENDAHULUAN
Dalam wacana studi agama kontemporer, fenomena keberagaman manusia dapat dilihat dari berbagai sudut pendekatan. Ia tidak hanya lagi dapat dilihat dari sudut dan semata-mata terkait dengan normativisme ajaran wahyu, meskipun fenomena ini sampai kapan pun adalah ciri khas daripada agama-agama yang ada, tetapi ia juga dapat dilihat dari sudut yang terkit erat dengan historisitas pemahaman dan interprestasi orang-perorang atau kelompok-perkelompok terhadap norma-norma ajaran agama yang dipeluknya, serta model-model amalan dan praktek-praktek ajaran agama yang dilakukannya dlam kehidupan sehari-hari.
Timbulnya sikap keberagaman yaang demikian juga bisa dilacak penyebabnya dari cara umat tersebut keliru dalam memahami Islam. Islam yang muatan ajarannya banyak berkaitan dengan masalah-masalah sosial sebagaimana tersebut belum dapat diangkat ke permukaan disebabkan metode dan pendekatan yang kurang komprehensip. Dari segi alat yang digunakan untuk memahami Islam, misalnya kita melihat cara yang bermacam-macam antara satu dan yang lainnya tidak saling berjumpa. Mukti Ali misalnya mengatakan, jika kita mempelajari cara orang mendekati dan memahami Islam maaka tampak 3 cara yang jelas. Tiga pendekatan adalah naqli (tradisional), pendekatan secara aqli (rasional), dan pendekatan kasyf (mistis). Dalam memahami agama seharusnya ketiga pendekatan tersebut digunakan secara serempak bukan terpisah-pisah.

B. PERMASALAHAN
1. Pengertian Pendekatan
2. Pendekatan Teologi Normatif
3. Pendekatan Antropologis
4. Pendekatan Sosiologis

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Pendekatan
Adapun yang dimaksud dengan pendekatan di sini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini Jamaluddin Rakhmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma realitas agama yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Oleh karena itu, tidak ada persoalaan apakah penelitian agama itu, penelitian ilmu sosial, penelitian legalisti, atau penelitian filosofis.
Berbagai pendekatan manusia dalam memahami agama dapat melalui pendekatan paradigma ini. Dengan pendekatan ini semua orang dapat sampai pada agama. Di sini dapat dilihat bahwa agama bukan hanya monopoli kalangan teolog dan normalis, melainkan agama dapat dipahami semua orang sesuai dengan pendekatan dan kesanggupannya. Oleh karena itu, agama hanya merupakan hidayah Allah dan merupakan suatu kewajiban manusia sebagai fitrah yang diberikan Allah kepadanya.

2. Pendekatan Teologi Normatif
Menurut M. Amin Abdullah teologi pasti mengacu kepada agama tertentu. Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar. Menurut pengamatan Sayyed Hosein Nasr, dalam era komtemporer ada 4 prototipe pemikiran keagamaan Islam yaitu pemikiran keagamaan fundalisme, modernis, mislanis, dan tradisionalis. Salah satu ciri teolog masa kini adalah sifat kritisnya. Sikap kritis ini ditujukan pertama-tama pada agamanya sendiri (agama sebagai institusi sosial dan kemudian juga kepada situasi yang dihadapinya). Penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam teologi merupakan fenomena baru dalam teologi.
Pendekatan teologis normatif semata-mata tidak dapat memecahkan masalah esensial pluralitas agama saat ini. Kemudian muncul terobosan baru untuk melihat pemikiran teologi masa kritis yang termanifestasikan dalam budaya tertentu secara lebih objektif lewat pengamatan empiris faktual. Menurut Ira M. Lapindus istilah teologi masa kritis yaitu suatu usaha manusia untuk memahami penghayatan imannya atau penghayatan agamanya.

Dalam pendekatan teologis memahami agama adalah pendekatan yang menekankan bentuk formal simbol-simbol keagamaan, mengklaim sebagai agama yang paling benar, yang lainnya salah sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, kafir, sesat, dan murtad. Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empiris dari keagamaan dianggap sebagai yang paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.

Pendekatan teologis dalam memahami agama cenderung bersikap tertutup, tidak ada dialog yang saling menyalahkan dan mengkafirkan, yang ada pada akhirnya terjadi pembagian-pembagian umat, tidak ada kerja sama dan tidak terlihat adanya kepedulian sosial. Melalui pendekatan teologis ini agama dapat menjadi buta terhadap masalah-masalah sosial cenderung menjadi lambang atau identitas yang tidak memiliki makna.
Pendekatan teologis juga erat kaitannya dengan ajaran pokok dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penularan pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada keraguan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil prima dengan seperangkat ciri yang khas.

Pendekatan teologis dalam memahami agama menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran yang berasal dari Tuhan sudah pasti benar sehingga tidak perlu diperytanyakan terlebih dahulu, melainkan dimulai daari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan argumentasi. Pendekatan teologis tersebut menunjukkan adanya kekurangan yang antara lain bersifat ekslusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain. Sedangkan kelebihannya melalui pendekatan teologis normatif ini seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh kepada agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya. Dengan pendekatan yang demikian seseorang akan memiliki sikap fanatis terhadap agama yang dianutnya.

Pendekatan teologis ini selanjutnya erat kaitannya dengan pendekatan normatif, yaitu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya yang pokok dan asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat dari suatu kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan nampak bersikap ideal. Dalam kaitan ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial agama tampil menawarkan nialai-nilai kemanusiaan, kebersmaan, tolong-menolong, tenggang ras, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk untuk bidang ilmu pengetahuan, agama tampil mendorong pemeluknya agar memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi setinggi-tingginya, menguasai keterampilan, keahlian dan sebagainya.

Pendekatan Teologis Normatif oleh Charles J. Adams diklasifikasi menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Pendekatan Missionaris Tradisional
Pada abad 19, terjadi gerakan misionaris besar-besaran yang dilakukan oleh gereja-gereja, aliran, dan sekte dalam Kristen. Gerakan ini menyertai dan sejalan dengan pertumbuhan kehidupan politik, ekonomi, dan militer di Eropa yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di Asia dan Afrika. Sebagai konsekuensi logis dari gerakan itu, banyak misionaris dari kalangan Kristen yang pergi ke Asia dan Afrika mengikuti kolonial (penjajah) untuk merubah suatu komunitas masyarakat agar masuk agama Kristen serta meyakinkan masyarakat akan pentingnya peradaban Barat.

Untuk mewujudkan tujuannya tersebut, para missionaris berusaha dengan sungguh untuk membangun dan menciptakan pola hubungan yang erat dan cair dengan masyarakat setempat. Begitu juga dengan penjajah, mereka harus mempelajari bahasa daerah setempat dan bahkan tidak jarang mereka terlibat dalam aktivitas kegiatan masyarakat yang bersifat kultural. Dengan demikian, eksistensi dua kelompok itu, missionaris tradisional dan penjajah (yang sama-sama beragama Kristen) mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap perkembangan keilmuan Islam.
Dalam konteks itu karena adanya relasi yang kuat antara Islam dan missionaris Kristen, maka Charles J. Adams berpendapat bahwa studi Islam di Barat dapat dilakukan dengan memanfaatkan missionaris tradisional itu sebagai alat pendekatan yang efektif. Dan inilah yang kemudian disebut dengan pendekatan missionaris tradisional (traditional missionaris approach) dalam studi Islam.

2. Pendekatan Apologetik
Di antara ciri utama pemikiran Muslim pada abad kedua puluh satu adalah “keasyikannya” (preoccupation) dengan pendekatan apologetik dalam studi agama. Dorongan untuk menggunakan pendekatan apologetik dalam khazanah pemikiran keislaman semakin kuat. Di sebagian wilayah dunia Islam, seperti di India, cukup sulit ditemukan penulis yang tidak menggunakan pendekatan apologetik. Perkembangan pendekatan apologetik ini dapat dimaknai sebagai respon mentalitas umat Islam terhadap kondisi umat Islam secara umum ketika dihadapkan pada kenyataan modernitas. Selain itu, apologetik ini muncul didasari oleh kesadaran seorang yang ingin keluar dari kebobrokan internal dalam komunitasnya dan dari jerat penjajahan peradaban Barat.

Menurut Adams, pendekatan apologetik memberikan kontribusi yang positif dan cukup berarti terhadap generasi Islam dalam banyak hal. Sumbangsih yang terpenting adalah menjadikan generasi Islam kembali percaya diri dengan identitas keislamannya dan bangga terhadap warisan klasik. Dalam konteks pendekatan studi Islam, pendekatan apologetik mencoba menghadirkan Islam dalam bentuk yang baik. Sayangnya, pendekatan ini terkadang jatuh dalam kesalahan yang meniadakan unsur ilmu pengetahuan sama sekali.

Secara teoritis, pendekatan apologetik dapat dimaknai dalam tiga hal. Pertama, metode yang berusaha mempertahankan dan membenarkan kedudukan doktrinal melawan para pengecamnya. Kedua, dalam teologi, usaha membenarkan secara rasional asal muasal ilahi dari iman. Ketiga, apologetik dapat diartikan sebagai salah satu cabang teologi yang mempertahankan dan membenarkan dogma dengan argumen yang masuk akal. Ada yang mengatakan bahwa apologetika mempunyai kekurangan internal. Karena, di satu pihak, apologetik menekankan rasio, sementara di pihak lain, menyatakan dogma-dogma agama yang pokok dan tidak dapat ditangkap oleh rasio. Dengan kata lain, apologetik, rasional dalam bentuk, tetapi irasional dalam isi.

3. Pendekatan Irenic
Yang ketiga ini ada semacam usaha untuk membuat jembatan antara cara pandang para orientalis terdahulu yang penuh dengan motivasi negatif dan para pengikut Islam yang merasa hasil kajian para orientalis tersebut banyak mengandung penyimpangan.
Sejak Perang Dunia II, gerakan yang berakar dari lingkungan kegamaan dan universitas tumbuh di Barat. Gerakan itu bertujuan untuk memberikan apresiasi yang baik terhadap keberagamaan Islam dan membantu mengembangkan sikap apresiatif itu. Langkah ini dilakukan untuk menghilangkan prasangka, perlawanan, dan hinaan yang dilakukan oleh barat, khususnya Kristen Barat, terhadap Islam. Oleh karena itu, langkah praktis yang dilakukan adalah membangun dialog antara umat Islam dengan kaum Kristen untuk membangun jembatan penghubung yang saling menguntungkan antara tradisi kegamaan dan bangsa.

Salah satu bentuk dari usaha untuk harmonisasi itu adalah melalui pendekatan irenic. Usaha ini pernah dilakukan oleh uskup Kenneth Gragg, seorang yang mumpuni dalam kajian Arab dan teologi. Melalui beberapa seri tulisannya yang cukup elegan dan dengan gaya bahsa yang puitis, ia telah cukup berhasil menunjukkan kepada Barat secara umum dan kaum Kristen secara khusus tentang adanya keindahan dan nilai religius yang menjiwai tradisi Islam. Karenanya, menjadi tugas bagi kaum Kristen untuk bersikap terbuka terhadap kenyataan ini.

Tokoh lain yang telah mengembangkan pendekatan ini adalah W.C. Smith yang mensosialisasikan konsep ini melalui buku dan tulisan-tulisannya yang lain. Smith sangat concern pada persoalan diversitas (perbedaan) agama. Menurutnya, perbedaan agama (religious diversity) merupakan karakter dari ras/bangsa manusia secara umum, sedang eksklusifitas agama (religous exclusiviness) merupakan karakter dari sebagian kecil dari umat manusia.

Berkenaan dengan realitas perbedaan agama, Smith membuat tiga model pertanyaan, yaitu: pertama, pertanyaan ilmiah (scientific question) untuk menanyakan apa bentuk perbedaan, mengapa, dan bagaimana perbedaan itu dapat terjadi. Kedua, pertanyaan teologis (theological question) untuk mengetahui bagaimana seseorang dapat memahami normativitas agama dan ketiga, pertanyaan moral (moral question) yang mengetahui sikap seseorang terhadap perbedaan kepercayaan.

3. Pendekatan Antropologis
Antropologi adalah ilmu tentang manusia khususnya tentang asal usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat, dan kepercayaan pada masa lampau. Menurut kamus umum, antropologi adalah ilmu pengetahuan tentang m,anusia mengenai asalnya, perkembangannya, jenis (bangsaanya) dan kebudayaanya. Antropologi dibagi 2, yaitu antropologi fisik dan antropologi budaya, termasuk etimologi dn ilmu bahasa.

Antropologi adalah ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang makhluk manusia dengan mempelajari aneka bentuk fisik, kepribadian, masyarakat, serta kebudayaanya.
Pendekatan dan studi agama membuahkan antropologi agama yang dapat dikatakan sebagian dari antropologi budaya, bukan antropologi sosial. Antropologi agama sebagai bagian dari ilmu agama yang sistematis. Metode antropologi pada umumnya aadalah objek sekelompok manusia yang biasanya manusia sederhana dalam kebudayaan hidupnya, artinya meliputi seluruh aspek budaya. Lebih konkretnya objek studi antropologi terhadap aagama adalah model-model keagamaan, bagian dari model-model keagamaan. Jadi, studi antropologis terhadap agama pada saat ini tidak mendasarkan kepada data penentun laporan, melainkan hanya berdasarkan dari tulisan dan laporan kisah-kisah perjalanan ahli antropologi. Biasanya membagi gejala keagamaan orng primitif ini menjadi ajaran, prktik upacara, serta organisasi keagamaan. Dari sudut pandang tertentu para aahli antropologi mengarah kepada penyusunan teori-teori, monografi, model-model keagamaan tertentu.

Pendekatan antropologi dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya dalam memahami agama dengan melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui pendekatan agama sangat akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia, berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.

Melalui pendekatan antropologi dapat dilihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini seseorang ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaannya. Melalui pendekatan antropologi ini kita juga dapat melihat hubungan antara agama dan negara (state and religion). Selanjutnya dapat ditemukan pula keterkaaitan agama dengan psikoterapi.
Melalui pendekatan antropologi terlihat dengan jelas hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dn fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.

Pendekatan antropologi seperti itu diperlukan adanya, sebab banyak berbagai hal dibicarakan agama hanya bisa dijelaskan dengan tuntas melalui pendekatan antropologi. Artinya manusia dalam memahami ajaran agama, dapat dijelaskan melalui bantuan ilmu antropologi dan cabang-cabangnya. Dalam al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam, misalnya kita memperoleh informaasi tentang kapal Nabi Nuh di gunung Arafat, kisah Ashabul Kahfi yang dapat bertahan hidup dalam gua lebih dari 300 tahun lamanya.

4. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaanya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup bersama. Sementara itu Soerjono Soekanto mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian.

Dari 2 definisi tersebut terlihat bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang menggambarkan tentang keadaan masyarakat lengkap dengan struktur, lapisan serta berbagai gejala sosial lainnya yang saling berkaitan.
Selanjutnya sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu pendekatan dalam memahami agama. Hal ini dapat dimengerti karena banyak bidang kajian agama yang baru dapat dipahmi secara proposional dan tepat apabila menggunakan jasa bantuan ilmu sosiologi.

Jalaluddin Rakhmat dalam Islam Alternatif menunjukkan 5 alasan pokok untuk memahami agama melalui pendekatan sosiologi. Alasan tersebut adalah sebagai berikut.
a. Dalam Al-Qur’an atau kitab-kitab hadist, proporsi terbesar kedua sumber hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah.
b. Bahwa ditekankan masalah muamalah (sosial) dalam Islam adalah kenyataan bahwa apabila urusan ibadah bersaamaan waktunya dengan urusan sosial yang penting maka ibadah boleh diperpendek.
c. Bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan akan diberi ganjaran lebih besar daripada yang bersifaat perorangan.
d. Dalam Islam terdapat ketentuan bila urusan ibadah dilakukan tidak sempurna atau batal, karena melanggar pantangan maka tebusannya adalah melakukan suatu yang ada hubungannya dengan sosial.
e. Dalam Islam terdapat ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapatkan ganjaran lebih besar daripada ibadah sunnah.

Melalui pendekatan sosiologi agama dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk kepentingan sosial. Dalam pendekatan sosiologi terhadap agama menumbuhkan ilmu sosiologi aghama, maka dapat dikatakan titik berangkat peneliti ada dua, yaitu sebagai sarjana sosiologi dan sarjana ilmu agama. Jadi, pendekatan sosiologi adalah mempersoalkan fungsi dan perkembangan integrasi-integrasi sosial atau gerakan-gerakan sosial keagamaan.
Dalam sosiologi terdapat banyak logika teoritis yang dikembangkan untuk memahami berbagai fenomena sosial keagamaan. Diantara pendekatan itu yang sering digunakan salah satunya ialah konflik.

Teori-teori konflik dapat digunakan untuk menjelaskan kecenderungan integraasi daan disintegrasi yang dialami sebuah sistem sosial. Teori konflik mengansumsikan bahwa maasyarakat terdiri dari beberapa kelompok yang memiliki kepentingan satu sama lain. Mereka selalu bersaing untuk mewujudkan hasrat dan kepentingan mereka. Perjuangan untuk mewujudkan hasrat dan kepentingaan mereka sering kali bermuara pada terjadinya konflik antara satu komunitas masyarakat dengan komunitas lain.
Pendekatan konflik yang demikian sering kali digunakan dalam sosiologi politik untuk menganalisis integrasi, persatuan, solidaritas warga negara, dan adanya konflik dengan negara atau masyarakat lain. Pendekatan konflik memang sering digunakan oleh para politisi untuk mewujudkan solidaritas internal dan integrasi.

Salah satu pendekatan konflik yang sering dipakai ialah pendekatan tesis, antitesis, dan sintesis. Pemikiran ini sebenarnya merupakan penggalan dari pemikiran Marxisme. Apabila terjadi tesis (keadaan tertentu), maka akan melahirkan antitesis (suatu kondisi yang berlawanan dengan tesis). Hal ini pada akhirnya akan melahirkan sintesis (suasana baru yang berbeda dengan tesis). Demikian teori konflik yang dapat digunakan untuk menganalisis konflik, integrasi, dan perubahan sosial dikalangan kaum beragama.

D. KESIMPULAN
1. Pendekatan merupakan paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang digunakan daalam memahami agama.
2. Pendekatan teologis normatif dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan empiris dari suatu keaagamaan dianggap sebagai yang paling benar.
3. Pendekatan antropologi dapat diartikan sebagai salah satu upaya dalam memahami agama dengan melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
4. Pendekatan sosiologi adalah mempersoalkan fungsi dan perkembangan integrasi-integrasi sosial atau geraaakan-geraakan sosial keagamaan.
5. Pendekatan konflik yang sering dipakai ialah pendekatan tesis, antitesis, dan sintesis.

E. PENUTUP
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan. Semoga sedikit uraian kami ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Penulis sangat menyadari, bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis sangat mengharapkan adanya kritikan yang konstruktif dan sistematis dari pembaca yang budiman, guna melahirkan sebuah perbaikan dalam penyusulan makalah selanjutnya yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik dan M. Rusli Karim, Metodologi Penelitian Agama Sebuah Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogyakarta, 1990, Cet. 2.
Abdullah, Yatmin, Studi Islam Kontemporer, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2006, Cet. 1.
http://cfis.uii.ac.id/index.php?option=com_content&task=view&id=32&Itemid=87 diakses tanggal 28 September 2009
Mudzhar, Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Pustaka Pelajar, 1998, Cet. 2
Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000, Cet. 5.
Umam Kh, Metodologi Penelitian Agama: Teori dan Praktis, Jakarta: Grafindo Persada, 2006.

3 comments:

  1. assalamualaikum

    Salam kenal
    Saya minta izin copy artikelnya ya Mas, buat tugas...boleh kan Mas ?

    Wassalam

    ReplyDelete
  2. saya juga mau copi artikelnya mas,,, tapi, boleh ga boleh yo tetep tak copi hehe???



    makasih

    ReplyDelete
  3. @ Alayya wass.Wr.Wb.
    salam kenal juga
    @ pencariMu
    sama2.

    @ all silakan copy aja.

    ReplyDelete